Ketua tim ekspedisi berkebangsan Prancis, Bruno Thery, dalam laporannya kepada Pemkab Manokwari yang dikutip Antara di Manokwari, Jumat mengatakan, kedalaman goa tersebut mencapai sekitar 2.000 meter, dan merupakan salah satu yang terdalam di dunia.
Goa tersebut, menurut laporan tersebut, dikategorikan sebagai yang terdalam di dunia, diikuti goa di Prancis (1.610 m), Rusia (1.500 m), dan Spanyol (1.500 m).
Keberadaan goa tersebut hingga kini belum diketahui secara umum, karena belum pernah dipublikasikan.
Tim Speleologi Prancis bernama Ekspedisi Irian 1993, sebelumnya melakukan empat ekspedisi di daerah Merdey, Bintuni Kabupaten Teluk Bintuni tahun 1988 dan 1989, namun gagal.
Menurut Bruno Thery, dalam laporannya, ekspedisi pada waktu itu dilakukan untuk mengetahui secara pasti hasil foto satelit yang menunjukkan bahwa di Pegunungan Lina terdapat goa alam dengan garis tengah puluhan meter dan kedalamannya mencapai 2.000 meter.
“Kegagalan tersebut menjadi tantangan karena pada tahun 1991 tim ekspedisi itu kembali melakukan penelitian di Daerah Ransiki, Mamei dan Isim yang hanya menemukan lobang kecil,” katanya.
Dikatakan, ekspedisi berikutnya pada tahun 1994 baru menemukan goa tersebut yang dinilai sangat cocok dijadikan obyek penelitian dan pariwisata.
Hasil temuan tersebut dipromosikan ke penjuru dunia khususnya Eropa dan Amerika, karena olahraga caving (kegiatan menelusuri goa, Red) sangat disukai masyarakat di sana, apalagi kedalamannya melebihi goa Jean Bernard di Prancis yang dalamnya hanya 1.610 meter.
“Tim ekspedisi pimpinan Bruno Thery berjanji akan mengembangkan jenis olahraga penelusuran goa khususnya di wilayah Kepala Burung, Irian Jaya Barat, karena wilayah itu memiliki hutan dan alam yang masih murni, bahkan kaya dengan goa alam yang penuh misteri,” ucapnya.
Selain goa terdalam di dunia, pihak WWF juga menemukan goa tempat berkembang biak puluhan jenis kelelawar di Cagar Alam Pegunungan Arfak yang panjangnya sekitar 900 meter.
Di kawasan Cagar Alam Pegunungan Arfak hidup bebas dengan tingkat populasi tinggi enam jenis kupu-kupu sayap burung (Ornithoptera rohchildi) yang ditangkap masyarakat suku Arfak di kawasan penyangga cagar alam tersebut.
Cagar pegunungan Arfak dengan areal seluas 65.300 hektar merupakan tempat koleksi biologi pertama di Tanah Papua oleh peneliti Eropa Lesson, Beccari dan Albertis pada tahun 1824-1827 dan 1872-1875.
Kawasan ini juga merupakan tempat asal (type locallity) sejumlah besar mamalia, burung, tumbuh-tumbuhan dan berbagai spesimen tanaman lainnya yang hingga kini masih menjadi sasaran penelitian para ilmuan dalam dan luar negeri karena spesies-spesies tersebut hanya bisa dijumpai pada kawasan cagar alam Pegunungan Arfak. [Tma, Ant]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar