Dia bilang, populasi kelelawar di Gua Ngerong lebih sedikit dibandingkan dengan sebelumnya. Dulu, banyak sekali kumpulan kelelawar dari jenis Rousettus yang bergelantungan di sekitar mulut gua.
Namun kini, jumlah itu lebih sedikit dibandingkan tutupan sekarang dengan tutupan beberapa tahun lalu.
Apa penyebab berkurangnya populasi kelelawar disana?
Sigit tidak bisa menjawab dengan pasti, yang jelas ada beberapa faktor yang bisa menjadi salah satu alasan kenapa populasi kelelawar berkurang.
Pada tahun 2002, saya berkunjung ke Gua Ngerong dan cukup takjub ketika melihat gerombolan kelelawar dengan kecepatan tinggi keluar dari dalam gua yang memakan waktu hampir satu jam-an.
Kemudian, pada tahun 2007 saya kembali berkunjung ke Gua Ngerong hanya untuk melihat keberadaan kelelawar dan ikan yang ada di dalam sungainya.
Kelelawar yang menempel di dinding di mulut gua masih sangat banyak dan saya bisa mendekat untuk melihat dari dekat gerombolan kelelawar yang berdesakan.
Sore harinya, saya kembali menyaksikan jutaan kelelawar dari beberapa jenis keluar secara bergelombang seperti angin dengan kecepatan tinggi yang siap menabrak apa saja yang ada di depannya.
Beberapa bulan lalu, Sigit kembali ke sana setelah sebelumnya pada tahun 2010 dia juga mengunjungi Gua Ngerong. Ada banyak perubahan di Gua Ngerong dan ada yang salah disana.
Lantas apa yang kurang pas dan bahkan mungkin salah dalam pengelolaan Gua Ngerong?
Salah kelola
Setidaknya ada beberapa hal yang kurang tepat telah dilakukan oleh pihak pengelola wisata Gua Ngerong.
1. Pembuatan tembok beton dipinggir sungai
Sewaktu berkunjung 2002 ketika waktu itu bareng Pak Edi Toyibi dan Cahyo Alkantana, sungai diluar Gua Ngerong telah dibeton.
Waktu itu, Pak Edi menyampaikan kalau populasi bulus putih di Gua Ngerong semakin terancam karena mereka sudah tidak lagi menemukan habitat untuk meletakkan telur yang memerlukan tepian sungai yang berpasir yang saat ini diluar gua telah dibeton.
Hal ini sangat masuk akal, karena bulus sudah kesulitan untuk meletakkan telur jikalau mereka telah berhasil untuk bereproduksi. Namun, sampai saat ini belum diketahui komposisi jenis kelamin bulus yang hidup di sungai bawah tanah ini. Bulus yang konon dari jenis Chitra chitra ini beberapa waktu lalu hanya tinggal tiga ekor.
Banyak ancaman bagi keberadaan dan kelestarian jenis ini akhir-akhir ini. Namun, mungkin pihak pengelola belum banyak memperhatikan keberadaan nya sebagai aset yang penting tidak hanya secara ekonomi tapi secara biologi dan ilmu pengetahuan sangat berharga.
2. Pembuatan peneduh di depan mulut guaSaya belum tahu persis tentang pembuatan peneduh di depan mulut gua. Sigit Wiantoro bercerita kalau sekarang ada semacam bangunan di depan mulut gua yang konon ditujukan untuk melindungi pengunjung dari jatuhnya kotoran kelelawar yang banyak bergelantungan di depan mulut gua.
Lantas apa yang mengganggu dari bangunan ini?
Bangunan ini secara estetik mengganggu karena menghalangi orang ketika ingin mengambil gambar bentuk mulut gua Ngerong secara keseluruhan sperti yang disampaikan oleh Titik Kartitiani yang beberapa waktu lalu berkunjung ke sana.
Namun jauh dari itu, ada yang lebih penting yaitu bangunan itu mengganggu proses keluar kelelawar yang mengalir seperti air bah jutaan kelelawar dari dalam gua.
Kelelawar yang berduyun-duyun dan bergelombang dengan kecepatan tinggi harus menghindari bangunan yang tepat berdiri di depan mulut gua.
Meskipun kelelawar mempunyai kemampuan ekolokasi, tapi dengan jumlah jutaan bersamaan dan kecepatan tinggi, bangunan tersebut menjadi hambatan tersendiri.
Apakah bangunan ini benar-benar mengganggu? masih diperlukan kajian lebih jauh, namun secara jelas hal ini telah mengganggu keberadaan kelelawar untuk keluar masuk gua.
3. Perhatian pada ikanMungkin pengelola hanya memperhatikan keberadaan ikan yang bisa dinikmati dan menjadi atraksi menarik bagi pengunjung gua ini. Sehingga mereka lupa bahwa keberadaan kelelawar mungkin lebih penting dan menjadi atraksi yang sangat menarik ketika senja dimana kelelawar keluar jutaan ekor dari dalam gua.
Dengan membangun peneduh untuk melindungi pengunjung dari jatuhnya kotoran kelelawar, menjadikan kelelawar sebagai korban karena jalannya dihalangi oleh peneduh.
Selain itu, banyak pengunjung yang membuang sampah plastik sisa roti maupun “klentheng” menjadi sampah yang kurang enak dilihat mata.
Bagaimanapun, selain ikan, kelelawar juga menawarkan atraksi yang sangat mempesona asalkan kita bisa mengelola dengan tepat.
4. PenambanganSelain tiga faktor tersebut di atas, penambangan juga menjadi faktor lain yang tidak kalah penting dapat mengganggu keberadaan Gua Ngerong.
Pembongkaran bukit kapur untuk keperluan ekonomi telah menjadi ancaman tersendiri yang sangat banyak ditemukan di sekitar Gua Ngerong.
Apa dampak penambangan?
Penambangan merupakan salah satu pemanfaat karst yang “merusak” karena memperkecil kemampuan untuk menyimpan air sperti yang banyak disampaikan oleh ahli Hidrologi UGM Tjahyo Nugroho Adji.
Penerunan debit air di sungai bawah tanah gua Ngerong bisa terjadi jika penambangan atau pembongkaran karst terus berlangsung.
Namun, tampaknya siapa yang peduli akan semua ini? Bacaan terkait:
Gua Ngerong, Tuban: ancaman dan kelestarian
Tuban – terancam?
Foto-foto:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar