Senin, 20 Februari 2012

Rahasia Reinhold Messner


blog-indonesia.com Reinhold Messner, pendaki gunung legendaris selama kurang lebih 35 tahun terus di bayangi tuduhan telah mencelakakan adiknya di Nanga Parbat. Walaupun begitu, lambat laun kebenaran terkuak. Berikut ini kisah tentang penemuan adik dari Reinhold Messner, yakni Gunther Messner yang meninggal di Nanga Parbat di Himalaya. Kisah yang heroik dari seorang petualang berdedikasi seperti Reinhold dan Gunther Messner.


Mereka menemukan sisa - sisa tubuh lelaki muda itu di tengah - tengah salju. Tepatnya, hampir separuh jalan menuju Nanga Parbat, puncak tertinggi kesembilan di dunia. Pakaiannya masih melekat. Semua, termasuk jaket antiangin dan sepatu mengidentifikasikan lelaki itu. Gunther Messner.

Gunther raib 35 tahun lalu. Ia dan abangnya, Reinhold Messner bersama - sama mengikuti ekspedisi pertama mereka di Himalaya pada 1970. Sejak saat itu, Reinhold yang kemudian menjadi pendaki gunung ternama hidup di bayang - bayangi tudingan bahwa ia bertanggung jawab atas kematian sang adik. Dua pekan silam, begitu terdengar kabar penemuan jenazah di Nanga Parbat, Reinhold langsung bertolak dari Italia ke Pakistan. Ia mengidentifikasi jasad yang ditemukan seorang pendaki lokal sebulan silam itu. ”Messner menelepon saya hari ini untuk menegaskan bahwa ia mengenali mayat adiknya, yang hilang setelah diterpa longsoran salju Gunung Pembunuh,” kata Najeeb Khan, sahabat Reinhold di Pakistan. Reinhold mengenali tubuh beku adiknya lewat sepatu dan jaketnya.

Penemuan tubuh Gunther tampaknya bisa menyelesaikan salah satu misteri dunia pendakian. Saat ditemukan, posisi tubuh Gunther cocok dengan pengakuan Reinhold bahwa ia tak meninggalkan Gunther di lereng. Menurut Reinhold, adiknya tewas tersapu longsoran salju.

Messner bersaudara pada 1970 berniat menaklukkan Nanga Parbat, sebuah ”puncak terlarang” dengan ketinggian 8.125 m di atas permukaan laut di rantai Karakoram di ujung barat Himalaya. Puncak ini juga dikenal sebagai the Killer Mountain ( Gunung Pembunuh ). Dua bersaudara ini tak pernah mencapai puncak Nanga Parbat. Mereka berdua ada di batas kelelahan, kehabisan bekal makanan dan air. Di ketinggian itu, Gunther pun terkena halusinasi.

Pada titik inilah kontroversi berawal. Reinhold, yang kehilangan tujuh jari kaki dan beberapa jari tangan akibat frostbite selama pendakian mengatakan, mereka berdua menuruni sisi Diamar, bagian barat gunung ketika adiknya hilang. Menurut Reinhold, ia sudah berjalan di depan sementara Gunther, dalam keadaan lemah dan tercecer di belakang, hampir pasti tersapu longsoran salju yang besar itu.

Dua pendaki lainnya, Max von Kienlin dan Hans Saler yang ambil bagian pada pendakian itu berkata lain. Meski tak mencapai puncak, mereka memberi kesaksian yang berbeda. Dalam buku diterbitkan di Jerman, mereka menyatakan, Reinhold Messner telah menyuruh adiknya menuruni sisi Rupal, bagian curam yang berbahaya di gunung itu. Padahal kedua kakak beradik itu, kata mereka, hampir mati saat mendakinya. Reinhold, kata mereka juga, dengan teganya meninggalkan sang adik yang dalam keadaan sakit itu dengan memaksanya turun. Menurut Von Kienlin dan Saler, Reinhold sendiri memilih turun melewati rute berbeda yang baru di sisi barat Diamar karena ia ingin menjadi orang pertama yang turun lewat jalur ini. ”Akibatnya,” tulis mereka, ”Messner mengorbankan adiknya untuk ambisinya sendiri.

Tahun - tahun berikutnya, Reinhold dikenal sebagai selebriti kalangan pendaki gunung. Ia orang pertama yang secara solo mendaki puncak Everest pada 1980 tanpa bantuan oksigen. Dan, ia jugalah yang pertama mendaki 14 puncak tertinggi di dunia tanpa cadangan oksigen. Tapi, tudingan mengorbankan nyawa sang adik terus membayang - bayanginya. Bayang - bayang buruk itu tak hilang meski Reinhold selalu menyangkal telah melakukan kesalahan bahkan telah melancarkan tindakan hukum terhadap Von Kienlin dan Saler dan penerbit mereka sekalipun.

Sampai - sampai Reinhold mengajukan fakta yang mungkin membuat dua pendaki itu ”sirik” padanya. Pertama, ia mempunyai affair dan kemudian menikahi istri Von Kienlin, Ursula pada 1971, dan ia menjadi terkenal dan kaya. Masalahnya, perkawinan itu tak berlangsung lama. Von Kienlin dan Saler membantah mereka dibakar rasa cemburu atau kebencian. Kata mereka, hanya ingin mengungkapkan apa yang mereka lihat sebagai kebenaran.


TERUS MENCARI

Berjenggot lebat, penuh semangat, pada usia 60 tahun Reinhold masih fit. Ia salah satu dari beberapa pendaki yang mendapat keberuntungan dari olah raga ini. Reinhold Messner sering disebut pendaki terbesar dalam sejarah. Terkenal flamboyan dan suka memaksakan diri, ia kini hidup berkelebihan di sebuah istana yang direstorasi di Tyrol selatan, di perbatasan Italia dengan Austria. Namun, hilangnya sang adik membuat Reinhold menderita. ”Aku tak bisa makan atau minum apa pun berhari - hari, aku mengalami halusinasi, jari kakiku menghitam akibat frostbite dan adikku hilang ditelan longsor,” kenangnya tahun yang lalu.

Karena sebagian besar jari kakinya diamputasi Reinhold terpaksa menyerah dari aktivitas rock climbing. Ia beralih menaklukkan gunung - gunung besar yang lebih diperlukan stamina ketimbang keterampilan. Reinhold dan Gunther adalah anak Messner, seorang pengagum Nazi yang mendukung kesepakatan antara Hitler dan Mussolini. Suatu kesepakatan yang memungkinkan orang - orang Tyrol bisa memilih tetap sebagai orang Italia atau pindah ke Jerman Raya. Messner senior juga seorang pendaki gunung pada 1930. Ia naik gunung lagi pada 1950 - an bersama anak - anaknya yang masih kecil.

Reinhold yang bertentangan dengan pandangan Nazi ayahnya, lahir pada 1944. Gunther, dua tahun lebih muda. Tapi, ayah mereka melihat mendaki hanya sebagai kegiatan waktu luang, menjadi waspada pada semangat mereka. ”Saat ayahku menyadari ini akan menjadi hidupku, ia berusaha menghentikan, tapi sudah terlalu terlambat,” kata Reinhold. Dua anak itu melakukan pendakian terberat di Dolomites dan akhir 1960 sudah menjadi pendaki terbaik dari generasi mereka. Keberhasilan mereka cukup bagi Reinhold untuk mendapatkan tempat pada ekspedisi Nanga Parbat, sebuah gunung di masa perang menjadi yang obsesi para pendaki Jerman dan Austria.

Ayahku meminta Gunther untuk menemani saya,” kata Messner pada 2003. ”Lalu, Gunther tewas dalam longsoran es saat kami turun dari puncak dan ayahku menyalahkanku karena tak membawanya pulang. Sulit baginya untuk memahami bagaimana keadaannya di atas sana.”

Reinhold kembali ke Nanga Parbat setahun setelah kematian adiknya untuk mencari tubuhnya. Upaya itu tanpa hasil. Ia kembali lagi pada tahun 2000 bersama adiknya, Hubert, untuk membuat sebuah dokumen tentang perjalanan itu. Ia juga menulis sebuah buku yang digambarkannya sebagai tekanan yang dirasakannya sejak itu. ”Aku akan mencari adikku, meskipun harus memakan 20 tahun,” katanya suatu ketika. Laporan dari Italia dan Austria menyebutkan, tubuh Gunther ditandai oleh para pendaki beberapa pekan lalu. Tapi, mayat beku itu dibiarkan pada tempatnya sampai sang kakak, Reinhold yang kini sudah lewat tengah baya datang untuk mengidentifikasinya.

Posisi tempat tubuh Gunther ditemukan, pada ketinggian 4.400 meter di sisi barat Diamar. Bukan sisi kawasan Rupal. Temuan ini tampaknya menyingkirkan kecurigaan terhadap Reinhold. Reinhold mencapai lokasi terpencil di kawasan Pakistan barat itu Rabu lalu dan mengidentifikasi adiknya. Terkubur di salju dan es selama 35 tahun, bagian tubuh manusia mana pun harus diidentifikasi dulu melalui uji DNA. Tapi, anggota keluarga Messner memastikan temuan itu. Mereka mengesampingkan tes DNA.

Hubert Messner, saudara Gunther yang lain, yang bekerja sebagai seorang dokter anak di Bolzano, Italia merasa amat lega. Ia mengungkap harapan keluarga Messner untuk membawa pulang jasad Gunther ke kampung halamannya di Funes, Italia, untuk menghuni peristirahatan terakhirnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar