Tersebutlah suatu hari Ken Dedes, permaisuri Akuwu Tunggul Ametung, pulang dari satu perjalanan. Para abdi menyambut dengan sukacita kedatangan sang permaisuri yang begitu mereka cintai. Beberapa abdi berjaga di sekitar halaman istana, sementara sebagian dengan hormat membuka pintu kereta. Seorang abdi dengan wajah ceria dan dengan penuh kesungguhan membantu sang Putri nan jelita menapaki tangga kereta. Wajah sang Putri begitu jelita dan dihiasi senyum yang anggun, dan itu membuat suasana menjadi begitu indah. Para abdi sangat gembira berada di sekitar permaisurinya. Namun tiba-tiba datanglah angin yang cukup besar. Tidak ada yang mengerti mengapa dalam keadaan cuaca yang begitu indah bisa ada angin yang besar. Dan lebih mengejutkan lagi, angin itu menyingkapkan kain sang Permaisuri, sehingga betisnya yang sangat indah terlihat dalam beberapa waktu. Menyadari keadaan itu Ken Dedes dengan cepat membetulkan posisi kainnya,sedang beberapa abdi laki-laki yang sempat melihatkain yang tersingkap itu dengan cepat menundukkan kepala mereka. Mereka sempat melihat betis yang begitu indah,dan hati berdebar-debar melihat hal itu. Namun mereka juga cepat menyadari bahwa itu adalah betis junjunga mereka. Junjungan yang memiliki kekuasaan atas hidup mereka dan junjungan yang mereka hormati. Karena itu para abdi cepat-cepat menundukkan kepala mereka dengan perasaan campur aduk. Mereka berharap Sang Permaisuri tidak tahu bahwa mereka sempat melihat kejadian luar biasa yang sejenak itu. Sekalipun mereka tetap mengakui betapa indahnya betis sang Permaisuri.
Ketika waktu tugas hari itu selesai, dia bersegera menaiki kudanya untuk menemui gurunya. Da Dan begitu berhadapan dengan sang guru, dia menceritakan kejadian yang dialaminya pada hari itu . “ Bapa Lohgawe, siapakah wanita ini sebenarnya ? “ demikian tanyanya dengan rasa ingin tahu yang besar. Brahmana Lohgawe menjawab “ Anakku Arok, wanita yang memiliki rahasia seperti itu disebut : Nawiswari. Dia adalah seorang wanita utama. Jika seorang laki-laki memperistri wanita seperti itu, maka dia akan menjadi maharaja “
Mendengar penjelasan itu Ken Arok tercenung. Berbagai hal berkecamuk dalam batinnya. Terbayang wajah cantik jelita Ken Dedes. Terbayang keagungan sikapnya. Namun terbayang pula Sang Akuwu yang begitu mencintai istrinya. Akuwu yang sangat sakti itu telah berusaha menyatakan cintanya dengan memenuhi segala hal untuk menyenangkan permaisurinya.
Akan tetapi Arok tahu persis pada awalnya Ken Dedes sama sekali tidak mencintai Sang Akuwu. Ken Dedes bisa menjalani sebagai istri Akuwu Tunggul Ametung setelah menata hati sehabis sang Akuwu menculiknya dari pertapaan Panawijen. Menjalani sebagai isteri jauh lebih baik daripada terluka dan tidak bisa mengatasi luka itu. Semua keadaan Ken Dedes terbayang dalam pikiran Arok. Dan bayangan yang beraneka masam itu kemudian memberinya satu dorongan yang dulu mungkin hanya samar-samar dia harapkan.Arok terdiam dan dari dalam hatinya timbul satu suara . “ Bagaimana kalau aku menjadi suami Ken Dedes ? Aku bisa menjadi maharaja dan aku lebih bisa membahagiakan Ken Dedes daripada Akuwu Tunggul Ametung “
Wanita yang Menurunkan Raja-Raja
Kisah di atas adalah salah satu cuplikan dari kisah kehidupan Ken Dedes, wanita dari Desa Panawijen dan itulah yang menjadi awal dari kisah besar di tanah Jawa selama 700 tahun dan mungkin masih akan berlanjut.Seperti telah diketahui akhirnya Ken Arok benar-benar berhasil menikah dengna Ken Dedes.Dan pernikahan itu benar-benar membuat Ken Arok menjadi maharaja. Namun dengan demikian menjadikan Ken Dedes ibu dari raja-raja tanah Jawa.
Begitu menikah dengan Ken Dedes, Arok memerintah sebagai Akuwu di Tumapel. Dan Tumapel menjadi wilayah yang sangat makmur di bawah pemerintahan Ken Arok. Pada saat yang sama, Kerajaan Kediri sedang menghadapi masalah. Para Brahmana bermusuhan dengan Raja Dandang Gendis. Karena itu para Brahmana berlari ke Tumapel. Keadaan ini membuat Ken Arok melakukan perlawanan kepada Raja Dandang Gendis didukung oleh rakyat Tumapel yang mencintainya dan para Brahmana. Dan perlawanan itu berhasil. Kerajaan Singasari yang berdiri antara tahun 1222 hingga tahun 1292 diperintah oleh keturunan Ken Dedes, kecuali pada masa singkat, yaitu pada masa Tohjaya. Anusapati, Ranggawuni, dan Kertanegara adalah keturunan Dedes dengan Tunggul Ametung.
Ketika Singasari digantikan oleh Majapahit , pemerintahan tetap dipegang oleh keturunan Ken Dedes. Raden Wijaya pendiri Majapahit adalah keturunan Ken Dedes dengan Ken Arok. Dengan demikian selama masa pemerintahan Majapahit yang berlangsung hampir 200 tahun, keturunan Ken Dedes tetap memerintah di tanah Jawa.
Demikian pula ketika Kerajaan Demak digantikan oleh Kerajaan Pajang yang diperintah Sultan Hadiwijaya, keturunan Dedes tetap memerintah. Sultan Hadiwijaya atau Joko Tingkir adalah anak Ki Ageng Pengging yang adalah keturunan Raja Majapahit sebagaimana Raden Patah.
Keturunan Ken Dedes tetap memerintah hingga kini, karena Kasunanan Surakarta maupun Kasultanan Jogjakarta sama-sama keturunan Panembahan Senapati. Dan dalam keadaan posisi apapun kasunanan maupun kasultanan pada masa , ke 2 kerajaan itu tetap kerajaan karena tetap ada kenaikan tahta dan peringatan tahta serta ada masyarakat yang mengakuinya sebagai raja.
Demikianlah Ken Dedes, wanita dari Desa Panawijen dan dengan betis indah yang bercahaya itu, bisa dikatakan sebagai wanita terbesar di tanah Jawa.
Candi Singosari
Tidak ada komentar:
Posting Komentar