Gunungkidul tak hanya memiliki pantai-pantai elok dan gua-gua indah di kawasan karst di selatan kabupaten ini. Di dataran tengah, tepatnya di Dusun Gelaran, Desa Bejiharjo, Kecamatan Karangmojo, ada objek wisata alam tak kalah eksotisnya Gua Pindul namanya. Panjang gua yang merupakan alur sungai bawah tanah ini sekitar 300 meter, lebar 5 meter, dan tinggi dari muka air ke langit-langit gua sekitar 4 meter. Kedalaman air sungainya bervariasi antara 4-7 meter.
Koordinator Pemandu Wisata Goa Pindul Subagiyo (53) mengatakan, gua ini konon memiliki kaitan dengan sejarah kerajaan Mataram Kuno. Gua ini baru diresmikan sebagai objek wisata alam oleh almarhum Sumpeno Putro, Bupati Gunungkidul pada 4 Oktober 2010.
Letaknya mudah dijangkau. Hanya sekitar 10 kilometer arah timur laut Woonosari, ibukota Gunungkidul. Gua ini semula hanya dikenal sebagai objek wisata dan memancing oleh warga setempat, dan sebagian kecil warga luar desa.
"Zaman dulu di mulut gua sering digunakan berenang anak-anak kecil, dan warga di sini mencari kelelawar di dalam menggunakan batang pohon pisang dan obor," ujar Subagiyo mengawali ceritanya.
Pengelola objek wisata ini telah menyiapkan perangkat renang dan selam yang lumayan memadai, termasuk lampu penerang portabel jika pengunjung ingin merasakan sensasi di dalam lorong gua. Wartawan Tribun mencoba mencicipi langsung suasana wisata petualangan alam ini.
Pengelola menyiapkan pelampung dari ban bekas, sepatu karet, helm berikut lampu sorotnya. "Ini buatan kita sendiri, dan standarisasinya sudah teruji," kata Suratmin (39), Ketua RT Dusun Gelaran yang juga jadi pemandu.
Enam pemandu yang dipimpin Subagiyo langsung menuju mulut goa Pindul, yang airnya jernih dan berwarna kehijauan, karena pantulan dari pepohonan yang ada di tebing-tebing di sekitarnya.
Sebelum masuk gua, Suratmin terlebih dahulu memimpin doa. "Kita berdoa agar semuanya diberikan keselamatan, dan bersyukur atas karunia Tuhan ini," katanya serasa mengajak semua yang ada di lokasi itu diam berdoa.
Air yang mengalir tenang membawa ban yang ditumpangi berjalan perlahan masuk ke arah mulut gua. Ornamen-ornamen layaknya lukisan yang sulit diterjemahkan, tergores di dinding-dinding lorong yang dibentuk oleh alam itu.
Semakin ke dalam, stalagtit dan stalagnit unik berbagai ukuran menyambut kedatangan pengunjung. Warna hijau, kuning, dan abu-abu, menghias di dinding-dinding dalam gua saat terkena sinar lampu senter.
"Yang itu mirip tulang kaki, dan yang itu seperti mangkok," teriak Suratmin sambil mengarahkan telunjuknya ke beberapa stalagnit dan stalagtit yang membuat kagum dirinya, walaupun ia sebagai pemandu.
Kelelawar banyak bergelantungan dan beterbangan di dalam lorong gua, entah binatang malam itu merasa terganggu atau menyambut kedatangan pengunjung.
Mendekati pintu keluar, pandangan menakjubkan akan menghadang perjalanan. Langit gua setinggi sekitar sepuluh meter, terdapat lubang sekitar tiga meter kali satu meter, yang membuat sinar matahari terlihat seperti sorot lampu senter.
Sebagai pemandu senior, Subagiyo memahami setiap jengkal gua Pindul. "Dulunya tidak berlubang. Gempa beberapa tahun lalu membuat langit-langit gua runtuh," ungkapnya.
Tidak terasa perjalanan akan berakhir. Pintu keluar gua sudah terlihat. Stalagnit mirip jantung yang masih meneteskan air, menutup perjalanan itu.
"Setelah penyusuran gua Pindul selesai, pengunjung akan mendapat bonus hidangan bakso dan teh rosela yang mempunyai cita rasa khas," kata Suratmin.
Retribusi wisata alam Goa Pindul tersebut hanya sebesar Rp 30.000, sudah termasuk pemandu, ban atau pelampung, sepatu karet, bakso dan teh rosela. Cukup murah kan! Silakan nikmati sensasi gua Pindul jika tak percaya! (Tribun Jogja/M Nur Huda)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar