Selasa, 10 Januari 2012

Asal usul Bangsa Nusantara


Asal usul Bangsa Nusantara
Pernahkah anda berpikir siapakah nenek moyang kita? Sebagian besar dari anda pastilah berpikir Adam dan Hawa. Namun pernahkah anda berpikir bagaimana dari sepasang manusia bisa muncul beragam ras dengan tampilan fisik yang begitu berbeda? kromosom dan DNA (http://www.understandingrace.org/)

Tampilan fisik pada dasarnya sudah dikodekan dalam gen (DNA) kita. Gen dalam tubuh kita terletak dalam inti sel, dalam kromosom, yang tersusun dari untaian rantai DNA. DNA sendiri tersusun atas urutan pasangan basa (kode genetik) yang menyimpan semua informasi tentang bagaimana tubuh kita terbentuk, organ-organ bekerja, hingga tampilan luar tubuh kita. Kode genetik dalam DNA diintepretasikan dalam ekspresi gen. Dikenal 2 istilah dalam ekspresi gen, yaitu genotip dan fenotip. Genotip adalah ekspresi gen yang terkodekan namun tidak muncul ke permukaan, sedangkan fenotip adalah ekspresi gen yang muncul dan teramati. Contoh dari genotip dan fenotip bisa dilihat dari penyakit bawaan. 2 orangtua normal bisa memiliki anak dengan kelainan jantung karena salah satu atau keduanya adalah carrier (pembawa) gen penyakit tersebut dari garis keluarganya. Dengan demikian, gen kelainan jantung adalah genotip pada orangtua, namun fenotip pada anak. Lalu apa hubungannya dengan keragaman manusia? Keragaman pada manusia (begitu juga pada spesies lain) dapat ditelusuri melalui perbedaan urutan basa dalam DNA. Ada lebih dari 2 milyar pasangan basa yang menyusun rantai DNA. Jika rantai DNA yg terpilin dalam bentuk kromosom itu diurai, maka ia akan membentang sepanjang 1,8 m. Dari sudut pandang genetika, menusia, apapun rasnya adalah >99% identik, meskipun perbedaan itu hanya 0,00 sekian %, tidak ada gen yang persis sama. SNP (Single Nucleotide Polymorphism), salah satu genetic marker (http://en.wikipedia.org/wiki/Single-nucleotide_polymorphism) Perbedaan urutan basa yang ditemukan pada sekelompok individu dalam suatu spesies disebut dengan ‘genetic marker’ (penanda gen). 2 individu yang memiliki genetic marker pada posisi yang sama mengindikasikan hubungan kekerabatan. Dari sinilah kita bisa menelusuri leluhur kita sesungguhnya dan darimana mereka berasal. Semakin banyak genetic marker khas yang terdapat dalam suatu ras atau spesies, makin beragam karakteristik individu penyusunnya. Keragaman genetik (Genetic diversity) semakin berkurang dengan adanya migrasi. Ketika sekelompok kecil dari nenek moyang kita bermigrasi ke daerah baru, pada dasarnya mereka membawa dalam diri mereka sample yang lebih kecil dari genetic diversity komunitas asal. Studi menunjukkan bahwa benua Afrika memiliki genetic diversity tertinggi di muka bumi. Genetic marker dari ras-ras yang ada di seluruh dunia, baik Eropa maupun Asia, bersumber dari Afrika. Gen Afrika mengandung genotip yang berpotensi memunculkan ras-ras lain yang sama sekali berbeda dari mereka. Ketika sebagian dari mereka keluar dari tempat tinggalnya dan terpapar oleh lingkungan yang baru, maka dalam jangka waktu tertentu akan timbul mutasi yang akan merubah susunan basa dalam gen, membuat genotip berubah menjadi fenotip dan membuat mereka rentan terhadap penyakit tertentu. Masih mengikuti? Bagus. Mari kita masuk ke pembahasan utama :-) Faces of Human Race (http://www.salon.com/news/feature/2000/02/15/census/story.jpg) Lalu darimanakah bangsa kita berasal? Bangsa kita sebagian besar adalah ras Melayu, yang merupakan cabang dari rumpun Austronesia. Saya ingat ketika SMP dulu, saya diajari bahwa ras Melayu pada dasarnya terbentuk dari 2 bangsa: Proto Melayu dan Deutero Melayu. Proto Melayu adalah ras Mongoloid yang diperkirakan bermigrasi ke Nusantara sekitar 2500-1500 SM. Ada beberapa teori Antropologi yang mempostulatkan daerah asal mereka: Provinsi Yunnan di selatan Cina, New Guinea atau kepulauan Taiwan. Gelombang migrasi kedua mendatangkan bangsa Deutero Melayu dari dataran Asia Tengah dan Selatan sekitar tahun 300 SM. Diperkirakan kedatangan Deutero Melayu inilah yang membawa pengaruh India yang kuat dalam sejarah Nusantara dan Asia Tenggara pada umumnya. Percampuran antara kedua bangsa inilah yang memunculkan ras melayu modern, ya kita-kita ini. Di samping itu, proto Melayu yang masih asli hingga kini diyakini menurunkan etnik dengan tampilan fisik yang mirip mongoloid seperti suku Dayak. Selama tak kurang dari 100 tahun, teori ini adalah teori yang berlaku dan tertulis di buku-buku teks sejarah kita. Namun baru-baru ini, hasil studi yang dipublikasikan oleh konsorsium HUGO (Human Genome Project), yang beranggotakan 40 research group dari berbagai negara, mungkin harus membuat buku sejarah kita ditulis ulang. Apa pasal? Pada tahun 2009, melalui penelitian panjang yang melibatkan sampel gen dari hampir 2000 individu di Asia, yang dikombinasikan dengan riset antropologi kebudayaan, memunculkan sebuah konklusi yang mengejutkan: Ras Mongoloid bukanlah nenek moyang kita, namun sebaliknya, kitalah nenek moyang mereka. Bagaimana bisa? Bukankah bangsa Cina telah membangun peradaban maju tak kurang dari 4000 tahun yang lalu? Bukankah populasi bangsa Cina telah sedemikian besar bahkan sejak jaman dinasti Han 2000 tahun yang lalu? Edison Liu, dari Genome Institute of Singapore selaku kepala konsorsium ini menjelaskan, usia suatu komunitas memiliki efek yang lebih besar kepada genetic diversity daripada ukuran populasi. Walaupun populasi bangsa China lebih besar, namun genetic diversity-nya, terutama etnis Han yang merupakan etnis mayoritas China, lebih rendah daripada etnis-etnis yang ada di Asia Tenggara. Migrasi ke dataran China “baru” terjadi 20.000 hingga 40.000 tahun yang lalu, diikuti dengan meluasnya budaya bertanam padi ke seluruh Asia. Dari dataran Cina ini, komunitas yang lebih kecil kemudian bermigrasi ke Korea dan Jepang. Menjadikan ras Altai (Korea-Jepang) ras yang relatif paling muda di Asia. Hasil studi menunjukkan bahwa proses migasi manusia yang menghuni benua Asia adalah melalui garis pantai timur Afrika, semenanjung Arab, Asia Selatan, baru kemudian masuk ke Asia Tenggara dan Nusantara. Peristiwa ini terjadi sekitar 85.000-75.000 tahun yang lalu. Dengan demikian, nenek moyang kita berasal dari dataran India, bukan China. Hasil riset ini menyusun family tree dari 73 kelompok etnis di Asia, dan secara mengejutkan, kelompok etnis Asia Tenggara, yaitu Thailand dan Indonesia, berada di bagian bawah, hanya setingkat di atas etnik India dan Uyghur. Genetic diversity di Asia Timur (Jepang, Korea dan China) dapat ditelusuri dari gen-gen yang ada di Asia Tenggara, terutama suku Mon di Thailand (yang memiliki gen Dravida, Bengali, Thai, Negrito, Melayu dll). Dari suku Mon inilah kemudian diturunkan ras Melayu yang tinggal di selatan Thailand, semenanjung Malaka hingga Nusantara. Jika diperhatikan dalam family tree , adalah hal yang menarik bahwa etnis Minang dan Batak ternyata memiliki gen yg berasal dari dataran India, sedangkan dalam etnis Jawa dan Sunda, gen tersebut muncul dalam prosentase yang jauh lebih kecil. Hal ini menunjukkan bahwa migrasi dari dataran India masuk melalui semenanjung Malaka, ke pulau Sumatera sebelum akhirnya menyebar ke seluruh wilayah Nusantara, menyebabkan genetic diversity semakin berkurang dari pulau Sumatera ke Sulawesi. Family Tree, diambil dari Mapping Human Genetic Diversity in Asia, HUGO Pan-Asian SNP Consortium Peta Sebaran Gen di Asia Tenggara, diambil dari L. Jin et. al Kesimpulan ini mengejutkan sekaligus sulit diterima. Namun demikian, analisa sample gen ternyata berkorelasi dengan penelitian Antropologi, dimana didapati bahwa kebudayaan dan bahasa di Asia Tenggara jauh lebih kompleks dan beragam daripada Asia Timur. Sebagaimana kita tahu, ada lebih dari 300 kelompok etnis dan lebih dari 700 bahasa di Nusantara. Di masyarakat kita terdapat berbagai jenis warna kulit dari coklat gelap, sawo matang hingga kuning langsat. Merujuk pada studi yang dilakukan HUGO, mungkin saja ribuan tahun lalu, sekelompok individu dari nenek moyang kita bermigrasi ke utara, menetap di sana, menikah antar sesamanya (endogamy), dan karena paparan lingkungan yang jauh berbeda dengan iklim equatorial, memunculkan fenotip yang kita lihat sebagaimana lazimnya bangsa China modern. Jika studi ini benar, maka bangsa China yang masuk ke semenanjung Malaka dan Nusantara di awal masa kolonial pada dasarnya sedang “pulang kampung” ke tanah nenek moyangnya, dan ungkapan “saudara tua” yang pernah dilontarkan Jepang di awal invasi ke Indonesia telah salah kaprah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar