Jumat, 30 Desember 2011

Merbaboe tempo doeloe

Cerita dari mulut ke mulut tentang keangkeran dan ganasnya gunung-gunung jaman dahulu, menjadi dongen turun temurun yang berkembang menjadi kisah-kisah yang menarik. Beberapa buku kuno sudah mencatat/mengisahkan akan keberadaan gunung-gunung dan hutan-hutan di Jawa. Seperti buku Babad Tanah Jawi yang menceritakan pembukaan hutan-hutan untuk mendirikan kerajaan.
Sebelum tahun 1900 beberapa dokumen foto-foto gunung dan alam di Indonesia pada jaman belanda sudah mulai ada. Ketika Junghuhn meneliti alam Indonesia dan mendaki gunung-gunung di Indonesia, saat itu tehnologi fotografi belum ada. Sehingga catatan dokumen Junghuhn berupa gambar-gambar sket atau lukisan. Lukisan yang dibuat Junghuhn penuh dengan ditel yang teliti dan warna-warni yang mendekati obyek aslinya. Bagaimana kondisi gunung Merbabu Jaman dahulu, berikut foto-foto gunung Merbabu awal tahun 1900-an dari koleksi Tropenmuseum di Belanda.

Lukisan Junghuhn di atas menggambarkan gunung Merapi dari puncak gunung Merbabu, di lukis pada tahun 1845. Sedangkan lukisan di bawah ini di lukis tahun 1865 yang menggambarkan gunung Telomoyo, Merbabu, dan Merapi.

Di bawah ini lukisan sebuah gereja di Salatiga yang bertahun 1883, dengan latar belakang gunung Merbabu dan puncak gunung Merapi yang selalu berasap.

Bocah berambut gimbal di desa-desa di lereng Gunung Merbabu mungkin kini hanya tinggal cerita saja. Awal tahun 2000 di desa thekelan para pendaki masih bisa melihat banyak bocah beramput gimbal. Jalan desa masih berupa batu-batu yang disusun membentuk jalan setapak. Namun kini jalan sudah beraspal hingga rumah terakir paling atas. Bocah berambut gimbal kini hanya tiggal cerita saja.

Foto gunung Merbabu dari kejauhan ini diambil tahun 1930.

Rumah penduduk di lereng gunung Merbabu pada jaman dahulu.

Tumbuhan paku-pakuan menyelimuti kaki gunung Merbabu.  Foto tahun 1910 ini menjadi saksi betapa hutan di merbabu, jaman dahulu masih lebat.

Sebuah Villa di Kopeng dengan latar belakang gunung Merbabu tahun 1910. Puncak yang runcing adalah puncak Pemancar (Gunung Watu Tulis) puncak Merbabu tidak kelihatan, tertutup puncak Pemancar. Tahun 1910 di puncak Watu Tulis belum dibangun pemancar.

Keluarga Belanda ini sedang berkuda di Kopeng tahun 1914, untuk mendaki gunung Merbabu.


Bule kecil ini sudah berani ikut mendaki gunung Merbabu. Jalur pendakian masih berhutan lebat sehingga tidak panas dan sejuk.

Hutan tropis yang lebat pada lereng curam di tekelan. foto tahun 1910 ini menunjukkan betapa Merbabu dahulu memiliki hutan yang mirip gunung-gunung di jawa barat.

Hutan di ketinggian di atas 2.500 mdpl dari jalur Kopeng tahun 1910


Jurang di jalur Wekas ini adalah aliran Kawah gunung Merbabu, di sini sangat lembab dan hampir setiap hari hujan, sehingga membentuk sungai dan air terjun yang bertingkat-tingkat. Di tebing-tebing ini lah konon tinggal harimau dan macan Merbabu.

Suasana di Puncak Syarif pada tahun 1910, yang di dominasi dengan vegetasi tumbuhan semak dan edelweis, pohon-pohon besar juga tumbuh di salah satu puncak gunung Merbabu ini.

Tahun 1910 di puncak-puncak Merbabu masih tumbuh pohon-pohon besar. Di sebelah kanan adalah puncak sebelum menuju ke Kenteng Songo. Nampak pohon-pohon besar tumbuh di puncak dan lerengnya. Bandingkan dengan foto puncak Merbabu saat ini di bawah ini.


Di puncak gunung merbabu  terdapat sebuah pondok. foto ini diambil tahun 1910 dengan pemandangan padang rumput dan edelweis di puncak. Dari kejauhan tampak  puncak kenteng songo. Perhatikan pohon lebat yang tumbuh di lereng-lereng puncak.

Dr. Theophil Wurt di depan pondok di puncak Merbabu pada tahun 1907. Di belakang pondok tumbuh pohon yang cukup besar.

Foto para Porter yang membantu membawa barang-barang bawaan para peneliti dan pendaki bule-bule belanda. Foto bersama para porter di puncak Gunung Merbabu awal tahun 1900.

Foto puncak Merbabu dengan awan yang tebal menyelimuti pohon-pohon besar yang masih tumbuh di puncak. Bapak Marsekal Imam Tjahjadi pendiri Merbabu Mountaineering Club yang disingkat dengan Mermounch pada tanggal 14 Agustus 1965 berhasil mencapai puncak gunung Merbabu dan mereka merayakannya dengan bersama-sama memanjat pohon besar yang tumbuh di puncak gunung Merbabu. Menurut cerita beliau tahun 1965 hutan di gunung merbabu masih lebat.

Pemandangan gunung Merapi tahun 1918 dari puncak gunung Merbabu.  Gambar latar depan adalah lereng puncak  Merbabu, nampak Pohon-pohon besar tumbuh diantara padang rerumputan dan edelweis yang sangat lebat.

Pesanggrahan di Selo pada tahun 1922, tempat peristirahatan Sunan Paku Buwono Raja keraton Surakarta di kaki gunung Merbabu, di Selo ini juga terdapat kebun sayur-sayuran milik Keraton Kasunanan Surakarta.

Keluarga Belanda ini sedang bersantai di Selo pada tahun 1912. Plat mobil H2383 menandakan mobil dari Semarang. Kecepatan mobil dan kondisi jalan yang menanjak dan berkelak-kelok sampai di Selo mungkin perlu waktu seharian dengan mobil kuno seperti ini.

Jembatan di Selo pada tahun 1920.

Jalan Raya Selo pada tahun 1910 masih sempit, jalan ini menghubungkan kota Boyolali dengan kota Magelang dengan melintasi celah antara gunung Merapi dan Gunung Merbabu.

Jalur Kereta Api di sebelah barat gunung Merbabu jurusan Semarang – Djokja yang melintasi kota Magelang pada awal tahun 1900. Rel kereta api ini sangat unik karena terdiri dari 3 rel. Rel bagian tengah bergerigi, lokomotif khusus yang memiliki roda gigi menarik gerbong. mendaki rel yang menanjak melintasi bukit.
Jalur kereta Api yang menghubungkan kota Semarang dengan kota Yogyakarta ini telah hilang terkubur aspal, karena paralel dengan jalan raya. Sayang sekali banyak rel-rel kereta yang di bangun Belanda kini telah menghilang, padahal kalau dimanfaatkan kembali akan membantu mengatasi kemacetan lalu lintas.

{disunting dari Merbabu.Com}

1 komentar:

  1. tentang gima masih ada bos.... hinngga sekarang hanya mulai berkurang

    BalasHapus